Rabu, 19 Maret 2008

SIFAT LINGKUNGAN HIDUP

Ruang lingkup peninjauan tentang lingkungan hidup dapat sempit, misalnya sebuah rumah dengan pekarangannya, atau luas, misalnya Pulau Irian. Lapisan bumi dan udara yang ada mahluknya, dapat juga dianggap sebagai suatu lingkungan hidup yang besae, yaitu biosfer. Bahkan tatasurya kita atau malahan seluruh alam semesta dapat menjadi objek tinjauan.
Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsure lingkungan hidup tersebut. Dengan mudah dapat kita lihat, suatu lingkungan hidup dengan 10 orang manusia, seekor anjing, tiga ekor burung perkutut, sebatang pohon kelapa dan sebuah bukit batu akan berbeda sifatnya dari lingkungan hidup yang sama besarnya tetapi hanya ada seorang manusia, 10 ekor anjing, tertutup rimbun oleh pohon bamboo dan rata tidak berbukit batu. Dalam golongan jenis unsur lingkungan hidup termasuk pula zat kimia.
Kedua, hubungan atau interaksi antara unsure dalam lingkungan hidup ini. Misalnya, dalam suatu ruangan terdapat delapan buah kursi, empat buah meja dan empat buah pot dengan tanaman kuping gajah. Dalam ruangan itu delapan kursi diletakkan sepanjang satu dinding, dengan sebuah meja di muka setiap dua kursi dan sebuah pot di atas masing-masing meja. Sifat ruangan berbeda jika dua kursi dengan sebuah meja diletakkan di tengah masing-masing dinding dan sebuah pot di masing-masing sudut.
Hal yang serupa berlaku juga untuk hubungan atau interaksi sosial dalam hal unsur-unsur itu terdiri atas benda hidup yang mobil, yaitu manusia dan hewan. Dengan demikian lingkunga hidup tidak saja menyangkut komponen biofisik, melainkan juga hubungan sosial budaya manusia.
Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup. Misalnya, suatu kota yang penduduknya aktif dan bekerja keras merupakan lingkungan hidup yang berbeda dari sebuah kota yang serupa, tapi penduduknya santai dan malas. Demikian pula suatu daerah dengan lahan yang landai dan subur merupakan lingkungan yang berbeda dari daerah dengan lahan yang berlereng dan tererosi.
Keempat, faktor non-materiil suhu, cahaya dan kebisingan. Kita dapat dengan mudah merasakanini. Suatu lingkungan yang panas, silau dan bising sangatlah berbeda dengan lingkungan yang sejuk, cahaya yang cukup, tapi idak silau dan tenang.
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Ia membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Manusia seperti ia adanya, yaitu yang disebut fenotipe, adalah perwujudan yang dihasilkan oleh interaksi sifat keturunannya dengan faktor lingkungan. Sifat keturunan, yang terkandung di dalam gen yang merupakan bagian kromosom di dalam masing-masing sel tubuh, menentukan potensi perwujudan manusia, yaitu genotipe. Apakah suatu sifat dalam genotipe itu akan terwujud atau tidak, tergantung ada atau tidaknya faktor lingkungan yang sesuai untuk perkembangan sifat itu. Dobzhansky, seorang ahli ilmu keturunan terkenal, malahan menyatakan, gen menentukan tanggapan apa yang akan terjadi terhadap faktor lingkungan. Jadi menurutnya, gen bukanlah penentu sifat, melainkan penentu reaksi atau tanggapan terhadap lingkungan. Hal ini terlihat pada tumbuhan hijau yang di tempatkan di dalam kamar gelap. Tumbuhan itu tidak mampu membentuk zat hijau daun, walaupun ia mempunyai gen untuk pembentukan zat hijau daun. Setelah ia dikeluarkan dari kamar gelap dan terkena cahaya, terbentuklah zat hijau daun. Jadi mahluk hidup itu juga terbentuk oleh lingkungannya.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup nya adalah sirkuler. Kegiatannya, apakah sekedar bernafas atau membendung sungai, sedikit atau banyak akan merubah lingkungannya. Perubahan pada lingkungan itu pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Misalnya, seseorang yang bekerja dalam sebuah ruangan kecil yang tertutup. Dengan pernapasannya ia akan mengurangi kadar gas oksigen dalam udara di kamar itu dan menambah gas karbon dioksida. Pernapasannya juga menghasilkan panas, sehingga suhu dalam ruangan naik. Kenaikan suhu menstimulasi pembentukan keringat, sehingga hawa dalam ruangan itu menjadi tidak sedap. Dengan penurunan kadar gas karbon dioksida, kenaikan suhu dan bau keringat, menjadi pengaplah ruangan itu. Prestasi kerja orang itu akan menurun. Makin lama menurunlah kualitas lingkungan dalam kamar itu dan seiring dengan itu makin menurun pulalah prestasi orang itu.
Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya tidaklah sesederhana seperti diuaraikan di muka, melainkan kompleks, karena pada umumnya dalam lingkungan hidup itu terdapat banyak unsure. Pengaruh terhadap suatu unsure akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan.
Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan hidupnya: udara untuk pernapasannya, air untuk minum, keperluan rumah tangga dan kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian. Oksigen yang kita hirup dari udara dalam pernapasan kita, sebagian besar berasal dari tumbuhan dalam proses fotosintesis dan sebaliknya gas karbondioksida yang kita hasilkan dalam pernapasan digunakan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Jelaslah manusia adalah bagian intergral lingkungan hidupnya. Ia tak dapat terpisahkan daripadanya. Manusia tanpa lingkungan hidupnya adalah suatu abstraksi belaka. (Sumber: Otto Soemarwoto. Ekologi dan Pembangunan)

Senin, 17 Maret 2008

PB ke-3

SUB CLASS: APETALAE (MONOCHLAMYDEAE)

CIRI-CIRI:
1. KEBANYAKAN BERUPA POHON (BATANG BERKAYU)
2. BUNGA BERKELAMIN TUNGGAL
3. PENYERBUKAN ANEMOGAMI, JARANG ENTOMOGAMI
4. TIDAK TERDAPAT HIASAN BUNGA, ATAU KALAU ADA HANYA TUNGGAL (MONO) KEBANYAKAN MENYERUPAI KELOPAK
5. HANYA PADA SUKU CARYOPHYLLACEAE TERDAPAT HIASAN BUNGA.

CONTOH BEBERAPA ORDO:

1. O : CASUARINALES; F : CASUARINACEAE;
S : Casuarina equisetifolia (cemara laut)
2. O : URTICALES:

F : MORACEA
S: 1. Ficus benjamina 2. F. elastica 3. F. glomerata
4. F. septica 5. F. variegata ……… ( Genus Ficus).

6. Artocarpus integra 7. A. communis 8. A. champeden
9. A. elastika ……………………(Genus Artocarpus).

10. Morus alba ……………………. (Genus Morus)


F : CANNABINACEAE
S : Cannabis sativa

3. O: URTICALES: F : URTICACEAE S: Boehmeria nivea

4. O: PIPERALES F : PIPERACEAE
S: 1. Piper nigrum 2. P. betle 3. P. cubeba

Kamis, 13 Maret 2008

Pohon Norfolk (Araucaria heterophyla)-Gymnospermae
Lokasi Kampus UNMUH METRO


Pohon Damar (Gymnospermae)
Jl. Dago Bandung
SISTEM KLASIFIKASI

Bahwa untuk klasifikasi makhluk hidup menggunakan dasar atau kriteria tertentu, yaitu persamaan ciri atau sifat morfologi, fisiologi, dan anatomi yang terdapat pada makhluk hidup.
Sistem klasifikasi makhluk hidup terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya Taksonomi. Saat ini diketahui terdapat 3 (tiga) system klasifikasi makhluk hidup, yaitu Sistem Artifisial (Buatan), Sistem Alami, dan Sistem Filogenetik.
a. Sistem Artifisial atau Buatan. Sistem Artifisial adalah klasifikasi yang menggunakan satu atau dua ciri pada makhluk hidup. Sistem ini disusun dengan menggunakan ciri-ciri atau sifat-sifat yang sesuai dengan kehendak manusia, atau sifat lainnya. Misalnya klasifikasi tumbuhan dapat menggunakan dasar habitat (tempat hidup), habitus atau berdasarkan perawakan (berupa pohon, perdu, semak, ternak dan memanjat).
Tokoh sistem Artifisial antara lain Aristoteles yang membagi makhluk hidup menjadi dua kelompok, yaitu tumbuhan (plantae) dan hewan (animalia). Ia pun membagi tumbuhan menjadi kelompok pohon, perdu, semak, terna serta memanjat. Tokoh lainnya adalah Carolus Linnaeus yang mengelompokkan tumbuhan berdasarkan alat reproduksinya.
b. Sistem Alami. Klasifikasi sistem alami dirintis oleh Michael Adams dan Jean Baptiste de Lamarck. Sistem ini menghendaki terbentuknya kelompok-kelompok takson yang alami. Artinya anggota-anggota yang membentuk unit takson terjadi secara alamiah atau sewajarnya seperti yang dikehendaki oleh alam.
Klasifikasi sistem alami menggunakan dasar persamaan dan perbedaan morfologi (bentuk luar tubuh) secara alami atau wajar. Contoh, hewan berkaki dua, berkaki empat, tidak berkaki, hewan bersayap, hewan bersirip, hewan berbulu, bersisik, berambut dan lain-lain. Sedangkan pada tumbuhan, ada kelompok tumbuhan berkeping biji satu, berkeping biji dua.
c. Sistem Filogenetik. Klasifikasi sistem filogenetik muncul setelah teori evolusi dikemukakan oleh para ahli biologi. Pertama kali dikemukakan oleh Charles Darwin pada tahun 1859. Menurut Darwin, terdapat hubungan antara klasifikasi dengan evolusi.
Sistem filogenetik disususn berdasarkan jauh dekatnya kekerabatan antara takson yang satu dengan yang lainnya. Selain mencerminkan persamaan dan perbedaan sifat morfologi dan anatomi maupun fisiologinya, sistem ini pun menjelaskan mengapa makhluk hidup semuanya memiliki kesamaan molekul dan bio kimia, tetapi berbeda-beda dalam bentuk susunan dan fungsinya pada setiap makhluk hidup.
Jadi pada dasarnya, klasifikasi sistem filogenetik disusun berdasarkan persamaan fenotip yang mengacu pada sifat-sifat bentuk luar, faal, tingkah laku yang dapat diamati, dan pewarisan keturunan yang mengacu pada hubungan evolusioner sejak jenis nenek moyang hingga cabang-cabang keturunannya.
Perhatikan gambar atau diagram pohon filogenetik hewan dan filogenetik tumbuhan berikut ini yang menunjukkan urutan evolusi pada hewan dan pada tumbuhan.
Gambar 19. Klasifilasi dan evolusi, kerajaan, divisi, anak divisi, dan beberapa kelas, untuk menunjukkan kemungkinan urutan evolusi tumbuhan.

Contoh sederhana untuk menunjukkan pengelompokkan atau klasifikasi makhluk hidup menurut sistem filogenetik, Anda dapat amati di kebun binatang. Di situ Anda akan menemukan kelompok hewan reptilia, amphibia, unggas, dan mamalia dan sebagainya.
Tata Nama Makhluk Hidup
Dalam kehidupan Anda, mungkin sering menemukan suatu jenis makhluk hidup, misalnya tanaman mangga dalam bahasa Indonesia memiliki nama yang berbeda-beda. Misalnya orang Jawa Tengah menyebutnya pelem, paoh bagi orang Jawa Timur, sedangkan di Sumatera Barat disebut pauh. Contoh lain, pisang dalam bahasa Indonesia, di Jawa Barat disebut cau, sedangkan di Jawa Tengah dinamakan gedang. Nama mangga dan pisang dapat berbeda-beda menurut daerah masing-masing, dan hanya dimengerti oleh penduduk setempat.
Agar nama-nama tersebut dimengerti oleh semua orang, maka setiap jenis makhluk hidup perlu diberi nama ilmiah dengan menggunakan nama latin, sesuai dengan kode Internasional Tata Nama Tumbuhan dan Hewan. Nama ilmiah makhluk hidup digunakan sebagai alat komunikasi ilmiah di seluruh dunia. Walaupun kadang-kadang sulit di eja atau diingat, tetapi diharapkan suatu organisme hanya memiliki satu nama yang benar. Upaya memberi nama ilmiah makhluk hidup yang dirintis oleh para ilmuwan, akhirnya melahirkan sistem tata nama binomial nomenklatur (tata nama biner) yang meliputi ketentuan pemberian nama takson jenis. Di samping itu akan dibahas juga tata nama untuk takson Marga dan Suku.
a. Nama Jenis. Nama jenis untuk hewan maupun tumbuhan harus terdiri atas dua kata tunggal (mufrad) yang sudah dilatinkan. Misalnya, tanaman jagung nama spesiesnya (jenis) Zea Mays. Burung merpati nama spesiesnya Columbia livia. Kata pertama merupakan nama marga (genus), sedangkan kata kedua, merupakan petunjuk spesies atau petunjuk jenis. Dalam penulisan nama marga, huruf pertama dimulai dengan huruf besar, sedangkan nama petunjuk jenis, seluruhnya menggunakan huruf kecil. Selanjutnya setiap nama jenis (spesies) makhluk hidup ditulis dengan huruf cetak miring atau digaris-bawahi agar dapat dibedakan dengan nama atau istilah lain.
b.Nama Marga (Genus). Nama marga tumbuhan maupun hewan terdiri atas suku kata yang merupakan kata benda berbentuk tunggal (mufrad). Huruf pertamanya ditulis dengan huruf besar. Contoh, marga tumbuhan Solanum (terong-terongan), marga hewan Felis (kucing), dan sebagainya.
c. Nama Suku (Familia). Nama-nama suku pada umumnya merupakan suku kata sifat yang dijadikan sebagai kata benda berbentuk jamak. Biasanya berasal dari nama marga makhluk hidup yang bersangkutan. Bila tumbuhan, maka ditambahkan akhiran aceae. Contoh, nama suku Solanaceae, berasal dari kata Solanum + aceae. Tetapi bila hewan ditambahkan dengan idea. Contoh, nama suku Felidae, berasal dari kata Felis + idea. Demikian uraian tentang tata nama makhluk hidup. Untuk melatih penulisan nama jenis/spesies yang benar menurut tata nama biner, cobalah Anda kerjakan latihan berikut ini. (sumber: buku online-Pustekom).
DIVISIO: SPERMATHOPHYTA

SUB DIVISIO: GYMNOSPERMAE (7 CLASS)

SUB DIVISIO: ANGIOSPERMAE ( 2 CLASS)

1. CLASS: DICOTYLEDONEAE
(DICOTYLAE)

SUB CLASS: 1) APETALAE
2) DIALYPETALAE
3) SYMPETALAE

2. CLASS: MONOCOTYLEDONEAE
(MONOCOTYLAE)










SPERMATOPHYTA

SPERMA (BIJI), PHYTA (TUMBUHAN)

- CIRI UTAMA: MEMILIKI BIJI (SPERMA)

- KORMUS SEJATI
- DISEBUT JUGA ANTHOPHYTA














GYMNOSPERMAE


Ciri Utama: - Habitus pohon mengerucut
- Daun bentuk jarum dan tidak lebar
(kecuali melinjo)
- Biji terbuka (tidak tertutup daging buah)
- Batang tidak bercang, pangkalnya
menempel pada batang utama
- Umumnya memiliki kelenjar resin
- Tidak memiliki bunga sesungguhnya
- Beberapa jenis tumbuhan memiliki ciri tumbuhan
Paku dan Monokotil

CONTOH:
1. CLASS: PAKU BIJI (PTERIDOSPERMAE):
Sp. Lyginopteris oldhamia
2. CLASS: CONIFERAE: 1. Agathis alba 2. Pinus merkusii 3. Sequoia gigantea 4. Araucaria heterophyla (Norfolk)
3. CLASS: GENETINAE: Gnetum gnemon




ANGIOSPERMAE


DICOTYLAE MONOCOTYLAE



APETALAE DIALYPETALAE SYMPETALAE
(TANPA MAHKOTA) (MAHKOTA TERPISAH) (MAHKOTA MENYATU)

***PETALAE BERARTI HIASAN BUNGA/MAHKOTA


PERBEDAAN DICOTYLAE DAN MONOCOTYLAE SECARA MORFOLOGIS (PENAMPAKAN HABITUS)


BAGIAN TUBUH
MONOCOTYLAE
DICOTYLAE
BIJI
1 DAUN LEMBAGA
2 DAUN LEMBAGA
BATANG


DAUN


AKAR


BUNGA



TUGAS: BAWA BUNGA:
1. BERINGIN/FICUS/NANGKA/SIRIH ()
2. MAWAR/KEMBANG SEPATU/DLL ( MAHKOTA TERPISAH)
3. KANGKUNG/BINTARO/KAMBOJA/DLL ( MAHKOTA MENYATU)

Rabu, 12 Maret 2008

PENG.LINGKUNGAN

PB KE-3
MATERI KE-4

Penduduk dunia yang diperkirakan berjumlah 8,5 miliar pada tahun 2007 akan menghadapi kelangkaan air bersih.

Cadangan air di Indonesia hanya mampu memenuhi 1.700 m3 per orang per hari. Angka ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan rerata cadangan air dunia, yakni di atas 2.000 m3 per orang per hari.
Meskipun 70% permukaan bumi tertutup air, namun sesungguhnya hanya sekitar 2.5% saja yang berupa air tawar, yang lainnya merupakan air asin. Itu pun tidak sampai 1% yang bisa dikonsumsi, sedangkan sisanya merupakan air tanah yang dalam atau berupa es di kutub.
Air adalah sumber kehidupan, tanpa air maka tidak akan pernah ada kehidupan. Bagi manusia air adalah kedua terpenting setelah oksigen. Tanpa makanan manusia masih bisa bertahan selama beberapa waktu tetapi tanpa air manusia tidak akan mampu bertahan lama karena 70% tubuh manusia terdiri dari air. Apabila usia kita meningkat maka kandungan air dalam tubuh akan berkurang. Fungsi air yang utama bukan untuk hilangkan dahaga atau haus

Fungsi Air

Fungsi air adalah sebagai pelarut, pelancar dan pembersih, memegang peranan sangat penting bagi tubuh manusia. Setiap orang membutuhkan minimal 2 liter air sehari

Sebagai Pelarut:

· Pelancar pada sendi-sendi
· Pergerakan bola mata
· Air liur untuk menelan
· Mukus pada sistem pernapasan
· Mukus pada sistem pencernaan

Sebagai Pelancar:
· Pembiakan sel
· Metabolisme sel
· Peredaran darah
· Menjaga suhu tubuh
· Sistem pencernaan makanan
· Penyebaran nutrisi-nutrisi
· Menyingkirkan kotoran
· Pelembab kulit


Disarankan setiap hari manusia minum air 2,5 liter atau kurang lebihnya 8 gelas. Beberapa riset mengatakan bahwa kekurangan 5% cairan dalam tubuh dapat menyebabkan hilangnya konsentrasi dan stamina seseorang.

Hampir 98% air di planet bumi adalah air asin, tidak baik untuk dikonsumsi manusia. Kurang dari 1% dari total air segar tersedia untuk kita; sebagian besar dari air segar itu tersimpan dalam salju dan es kutup.2 Dengan kata lain: dari setiap 100 liter air, kurang dari setengah senduk teh merupakan air segar yang dapat dikonsumsi oleh manusia.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelangkaan tersebut adalah:
1. Menurunnya sumber air, permukaan air bawah tanah, daerah-daerah rawa-rawa dan teluk.
2. Tidak meratanya penyebaran air.
3. Konflik-konflik lintas batas.
4. Privatisasi

Penggunaan air global dibagi sebagai berikut: untuk pertanian: 70%; industri: 22% dan rumah tangga 8%.4

POKOK BAHASAN KE-3 (MATERI KE-2)
KERAGAMAN HAYATI


Dunia memiliki kira-kira 33,5 juta spesies tumbuhan dan hewan baru 4 % jumlah ini yang telah diidentifikasi hampir 90 % dari jumlah total spesies yang diperkirakan ini atau 30 juta spesies adalah serangga, dan kurang dari 800.000 spesies yang telah diidentifikasi

NILAI KH

a. Nilai Ekonomi Langsung
b. Nilai Ekonomi tidak Langsung

FAKTOR PENYEBAB PENYUSUTAN KH
a. Pemusnahan habitat
b. Deforestasi
c. Masuknya jenis hewan dan tumbuhan baru pada suatu habitat tanpa litbang yang seksama.
d. Penggunaan junis hewan dan tumbuhan secara berlebihan di suatu habitat.
e. Pencemaran (air, tanah, udara) dalam ekosistem.
f. Perubahan iklim global (pemanasan bumi)
g. Perkembangan industri pertanian (REVOLUSI HIJAU) dan industri perhutanan.



Dampak Kerusakan Keanekaragaman Hayati

1. KESEIMBANGAN ALAM TERGANGGU (muncul hama dan penyakit yang merusak pertanian)
2. BERKURANGNYA SUMBER GEN UNGGUL
3. BERKURANGNYA BAHAN DASAR KEPERLUAN INDUSTRI

MATERI KE-3

POKOK BAHASAN KE-3

A. GLOBAL WARMING

Terjadi penurunan drastis es abadi dan luas penurunan bisa dikatakan sangat luas. Pada tahun 2005 terjadi pengurangan hingga 14 persen atau wilayah seluas Texas maupun Turki," tuturnya.

What, Why, How GW?

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.
Salah satu yang dituding mendorong pemanasan global adalah ketergantungan umat manusia terhadap minyak.

Temperatur rata-rata global 1850 sampai 2006

Jika mengikuti model yang sudah dirancang para ilmuwan, maka es abadi akan meleleh sepenuhnya dalam waktu 40 tahun.
Apakah manusia harus menunggu 40 tahun lagi sebelum menyadari dampaknya bagi kehidupan di bumi?
Di Sumatra, yang biasanya berkisar pada 33-34 derajat naik
menjadi 37 derajat, dan di Jakarta yang biasanya 32-34 naik
menjadi 36 derajat Celcius.
Karbon Dioksida yang dipompakan ke atmosfir sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuatnya lebih asam lagi. Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan larut karena asam tadi."

KEUNTUNGAN BAGI SEGELINTIR ORANG:
Namun di sisi lain banyak yang melihat melelehnya es di kawasan kutub sebagai kesempatan bagus untuk melakukan eksplorasi minyak.
Soalnya, diperkirakan sekitar sisa 25% cadangan minyak dunia diperkirakan ada di dasar Laut Artik. Dan perusahaan-perusahaan minyak sudah tak sabar untuk melakukan eksplorasi.
Selain itu melelehnya gunng-gunung es juga dianggap membuka jalur perkapalan baru, yang diyakini akan memperbaiki perekonomian kawasan.

PROTOKOL KYOTO: MEMBATASI EMISI GAS BUANG DARI AKTIVITAS MANUSIA.
MATERI KE-2

EKOLOGI SEBAGAI DASAR PENGLING DAN
PERMASALAHAN LINGKUNGAN



B. EKOLOGI SEBAGAI DASAR ILMU LINGKUNGAN

Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan. Kata ekologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti habitat atau tempat tinggal, dan logos yang berarti ilmu atau kajian. Secara umum ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi anatara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dalam ilmu lingkungan seperti halnya ekologi , mahluk hidup (organime), di pelajari dalam unit populasi . Populasi adalah sekelompok individu- individu mahluk hidup yang sejenis yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu.
Basis dari Ekologi adalah ekosistem. Ekologi mengkaji berbagai proses dab bentuk interaksi yang terjadi di dalam ekosistem.
1. Ekosistem
Tingkatan organisasi yang lebih tinggi dari komunitas adalah ekosistem. Suatu kawasan alam yang di dalamnya tercakup unsur makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak hidup (abiotik) dimana antara unsur-unsur tersebut terjadi hubungan timbal balik.

Unsur Biotik berdasarkan fungsinya dapat dikelompokan menjadi:
a. Produser: bersifat autotrof (dapat menyediakan makanan sendiri melalui fotosintesis); jumlah biomassa paling banyak; contohnya tumbuhan yang berhijau daun.
b. Konsumer: bersifat heterotrof (tidak dapat berfotosintesis); mengkonsumsi autotrof; contohnya herbivora (pemakan tumbuhan); karnivora (pemakan daging); omnivora (pemakan segala).
c. Dekomposer: menguraikan senyawa organik (biodegradable) dari tumbuhan dan binatang yang telah mati menjadi senyawa anorganik (mineral) yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Pengurai terdiri dari bakteri, jamur, dan alga.

Unsur Abiotik adalah komponen fisik dan kimia yang terdiri atas:
a. Tanah: habitat dan media hidup makhluk hidup; tempat tersedianya air dan mineral untuk tumbuhan
b. Air: habitat tumbuhan dan binatang; kebutuhan esensial makhluk hidup.
c. Cahaya dan suhu : sumber energi untuk fotosintesis; menentukan penyebaran organisme; menentukan cuaca, hujan, dan angin.
d. Udara : O2 untuk respirasi binatang; CO2 untuk fotosintesis tumbuhan

Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi, mengingat bahwa di dalamnya tercakup organisme dan lingkungan abiotik yang satu terhadap yang lain saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan benda nyata dan mempunyai ukuran beraneka, bergantung pada tingkat organisasinya. Ekosistem kolam, misalnya, memiliki organisasi yang sederhana daripada ekosistem danau. Suatu pulau memiliki ekosistem yang lebih kompleks, dan yang paling kompleks tentunya ekosistem bumi.




EKOLOGI SEBAGAI DASAR PENGETAHUAN LINGKUNGAN

Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan. Kata ekologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti habitat atau tempat tinggal, dan logos yang berarti ilmu atau kajian. Secara umum ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi anatara makhluk hidup dengan lingkungannya.
PENERAPAN EKOLOGI PADA
PENGETAHUAN LINGKUNGAN


· KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
- pengendalian erosi
- pengendalian banir
- penghutanan kembali
· RESTORASI HEWAN-HEWAN LIAR
· SILVIKULTUR – AGROFORESTRY
· PERTANIAN DAN PETERNAKAN
· PERTAMBANGAN
· PENGOLAHAN LIMBAH
· DINAMIKA KEPENDUDUKAN

Senin, 10 Maret 2008

PENGELOMPOKAN SUMBERDAYA ALAM


SUMBERDAYA ALAM

Pengertian sumberdaya alam (Natural Resources) adalah semua kekayaan alam baik yang bersifat abiotik maupun biotik yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Karena sumberdaya alam banyak jenisnya, maka perlu adanya penggolongan untuk memudahkan dalam pemahamannya, seperti terlihat pada Gambar 4.

A. KERAGAMAN HAYATI
Sebagaiman terlihat pada Gambar 4. bahwa sumberdaya alam sangat bervariasi, pada bab ini pembahasan akan lebih ditekankan pada sumberdaya alam hayati. Hewan dan tumbuhan merupakan sumberdaya hayati (SDH). Dasar sumberdaya energi hayati adalah fotosintesis, sebab energi yang terkandung di dalam SDH adalah energi matahari yang telah ditransformasikan menjadi energi kimia oleh klorofil pada tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis.
Selanjutnya energi tersebut digunakan oleh konsumen (hewan dan manusia) dan diubahnya menjadi energi gerak, panas, dan energi kimia bentuk lain.
Pada mulanya hewan dan tumbuhan diperlukan manusia sebagai makanan, tetapi dalam perkembangan berikutnya sumberdaya hewan diperlukan untuk transportasi, olah raga, rekreasi. Sedangkan sumberdaya tumbuhan diperlukan untuk perumahan, sandang, pangan, obat-obatan dan lain-lain.

B. KRISIS KERAGAMAN HAYATI
Para ahli ekologi berpendapat bahwa lingkungan yang mempunyai keragaman hayati tinggi maka akan stabil, diversity is stability. Perkembangan iptek selain memberikan dampak positif bagi manusia, juga telah memberikan dampak negatif yang besar khususnya terhadap kerusakan lingkungan hutan dan khususnya lagi penyusutan keragaman hayati. Keragaman hayati adalah persoalan paling kritis yang dihadapi oleh para peminat konservasi dewasa ini.

Keragaman hayati adalah keragaman organisme-organisme dunia, termasuk keragamangenetika dan kombinasi-kombinasi yang dibentuknya (Reid dan Miller, 1989).
Keseluruhan gen, species dan ekosistem ini merupakan dasar bagi kehidupan di bumi. Jumlah species dunia sekarang ini diperkirakan lebih dari 30 juta. Keragaman hayati penting bagi kelangsungan hidup karena beberapa faktor. Sebuah ekosistem beroperasi melalui hubungan-hubungan saling keterkaitan antar species yang fungsional. Jika sebagian dari species ini musnah, maka untuk keseluruhan sistem akan berubah dan terganggu.

Keragaman hayati penting untuk menjamin adanya varietas-varietas pertanian alternatif, yang bertindak sebagai sebagai pelindung (stok penyangga) terhadap ketergantungan pada varietas tertentu. Demikian pula keragaman hayati menjamin kelestarian keseluruhan ekosistem, sehingga memungkinkan kelangsungan hidup species yang beragam.

E. KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM

Manusia menggunakan sumberdaya alam, baik biotik maupun abiotik, adalah untuk mendukung kelangsungan hidupnya di muka bumi. Kebutuhan akan sumberdaya alam cenderung meningkat terus karena adanya dua faktor utama: (1) pertumbuhan penduduk yang pesat dan; (2) perkembangan teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Akibt dari penggunaan sumberdaya alam yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (carriying capacity) seperti terjadi sekarang ini telah merugikan manusia itu sendiri. Karena keseimbangan alam terganggu sehingga tak jarang justru menimbulkan bencana bagi manusia. Seperti timbulnya erosi, banjir, polusi, hama tanaman dan penyakit yang sulit diatasi, serta punahnya keanekaragaman hayati.

Untuk itu perlu usaha yang bijaksana agar setiap pemanfaatan sumberdaya alam tidak melebihi kemampuan lingkungan dalam memberikan daya dukunya. Usaha ini sekarang dikenal sebagai konservasi lingkungan. Konservasi lingkungan merupakan pekerjaan besar kita, ditengah-tengah kecenderungan orang yang lebih mementingkan nilai ekonomi daripada nilai ekologi lingkungan. Konservasi lingkungan meliputi: konservasi air, tanah, hutan, mineral, dan plasma nutfah.


Konservasi air bertalian erat dengan konservasi tanah, dan bila kita berhasil mengatasi air sekaligus telah mengatasi masalah tanah. Masalah utama dari pengelolaan air, antara lain: (1) menyimpan air sampai kita gunakan; (2) transportasi ke tempat manusia yang memerlukan; (3) mencegah kelebihan dan kekurangan air di suatu tempat tertentu sehingga tidak membahayakan mausia dan makhluk hidup lainnya.
Air hujan dan aliran air permukaan (run off) seringkali menjadi penyebab hanyutnya tanah permukaan (top soil). Dengan penghijauan dan mengurangi lahan-lahan terbuka maka erosi dapat dijegah. Tanaman rumput merupakan salah satu tanaman yang baik untuk mengikat tanah agar tidak hanyut. Tetapi akan lebih baik dipergunakan tanaman ynag dapat bermanfaat bagi manusia dan hewan ternak.
Seperti dikatakan di atas bahwa konservasi air hubungannya dengan konservasi tanah. Usaha yang dilakukan untuk mengawetkan atau mengontrol antara lain dengan pembuatan sidetan irigasi yang baik. Adanya erosi pada bantaran sungai (DAS) menyebabkan timbunan lumpur di daerah bendungan. Hal ini menyebabkan pendangkalan dan mengurangi kapasitas tampung bendungan. Untuk mencegahnya perlu penanaman pohon sepanjang bantaran sungai. Sebagai gambaran setiap tahunnya sungai Citarum mengangkut tiga juta ton lumpur dari hulu sungai. Sedangkan bendungan Hover Amerika Serikat setiap harinya menerima beban lumpur 700 ribu ton. Hal ini menggambarkan betapa bahanya bantaran sungai yang tidak tertutup pohon.
Hutan Indonesia menyimpan keanekaragaman hayati yang luar biasa banyaknya sehingga Indonesia sering disebut sebagai Mega Biodeversity. Sayang sekali luas hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia terus berkurang luasannya seiring dengan laju penggundulan hutan demi kepentingan segelintir orang. Kita akan rugi besar dan mengalami masalah besar bila tidak bisa mencegah kerusakan hutan yang kaya raya akan flora dan fauna langka. Oleh karen itu pengeloaan hutan harus benar-benar mengikuti kaidah-kaidah ekologi dan yang tidak kalah pentingya adanya kemauan politik dari pemerintah untuk menegakan hukum bagi pihak-pihak yang telah terbukti merusak warisan dunia yang tidak ternilai harganya tersebut.
Pengelompokkan Sumberdaya Alam

1. SDA Terbarukan (renewable): air, tanah, sumberdaya hayati.

A. Berdasarkan 2. SDA tak Terbarukan (Unrenewable): bahan tambang, minyak dan gas bumi, dll
Sifat
3. SDA tidak Habis: cahaya matahari, udara, energi pasang surut, dll.





1. SDA Hayati : hewan, tumbuhan, dan mikroba.

SUMBERDAYA B. Berdasarkan
ALAM (SDA) Jenis
2. SDA non Hayati: tanah, air, udara, dll.



1. SDA Penghasil Energi: air, matahari, gas bumi, minyak bumi, dll.


C. Berdasarkan 2. SDA Penghasil Bahan Baku: hutan, perairan, tanah, mineral, dll.
Fungsinya

3. SDA Lingkungan Hidup: udara bersih, pemandangan alam, dll.













SUMBER DAYA ALAM

PENGERTIAN
Dari segi Ekologi
SDA Segala sesuatu yang di perlukan organisme, populasi, ekosistem, yang pengadaannya hingga ke tingkat optimum akan meningkatkan lagi pengubahan energi.

SUMBER DAYA ALAM


DIPERLUKAN


PENGADAANNYA PERLU ENERGI

Dari segi Manusia

SDA Semua kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan manusia untuk
meningkakan kesejahteraan hidupnya



Terlalu mementingkan kebutuhan manusia



Kurang memperhatikan ekosistem












Macam-macam SDA :

Ø Materi : Besi, Timah, Baja
Ø Energi : Kimiawi, Angin, Fosil
Ø Keanekaragaman : Tiban, Hewan
Ø Ruang : Lahan, Tanah, Udara
Ø Waktu : berpengaruh pada SDA lainnya.

KLASIFIKASI SDA
SDA materi
Pemanfaatan :

SDA energi


SDA hayati : nabati, hewan
Sifatnya :


SDA non hayati

Pembentukan :
Ø SDA yang dapat diperbaharui (renewable)
Ø SDA tidak dapat diperbaharui (non renewable)
Ø SDA tidak dapat habis

alami
Keberaaannya :

olahan

MATERI PENGLING II

ETIKA LINGKUNGAN

Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Etika lingkungan merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas daya lenting lingkungan hidup kita.

Menurut Mahmudin (1988), etika lingkungan yaitu kebijaksanaan moral manusia untuk memelihara keseimbangan lingkungan. Dalam pelajaran biologi, etika lingkungan antara lain berisi: sumberdaya alam untuk semua makhluk hidup, manusia adalah bagian dari lingkungan, undang-undang lingkungan hidup.
Dengan etika lingkungan kita perlu meningkatkan solidaritas sosial di antara sesama manusia, serta solidaritas alam yaitu dengan lingkungan hidup kita. Kita juga perlu mengusahakan kecenderungan baru untuk mengurangi berbagai tuntutan dan beban pada lingkungan. Dengan demikian mungkin kita akan terpaksa untuk hidup secara lebih sederhana, tetapi dalam lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dengan kecenderungan dan kegairahan kita untuk mencoba mengenal, mengerti, dan memahami lingkungan hidup kita dengan segala seluk-beluknya serta upaya untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang makin baik dalam mengelola lingkungan hidup, kita mempunyai harapan dan peluang yang cukup besar bahwa masalah lingkungan hidup yang makin rawan ini dapat kita atasi dengan sebaik-baiknya.
Etika adalah studi tentang standar tingkah laku bagi komunitas atau profesi tertentu ( Webster’s new world dictionary of the american language. Etika dapat diartiakan pula sebagai adanya kesesuaian dengan aturan-aturan yang ideal dan rinci berkaitan dengan prinsip-prinsip moral, termasuk didalamnya aturan-aturan yang diberlakukan bagi sesuatu profesi (Cheppy Haricahyono, 1995).
Moral itu sendiri dapat diartikan “adanya kesesuaian dengan ukuran baik buruknya sesuatu tingkah laku atau karakter yang telah diterima masyarakat. Moral pada hakekatnya menunjuk kepada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas, sementara etika umunya lebih dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam aturan-aturan yang diberlakukan bagi suatu profesi.

(Cheppy Haricahyono, 1995, IKIP SEMARANG PRESS).





ETIKA

Dasar perbuatan dan asas perbuatan yang diperoleh dari proses interaksi antara manusia dengan lingkungan . Dasar perilaku dalam lingkungan.

Tertulis
Etika :
Tidak Tertulis


Etika Lingkungan

Landasan Kebijaksanaan dan Strategi Pembnagunan
Dasar Perilaku Manusia Dalam LingkunganKearifan + kebijaksanaan + Strategi untuk menentukan pilihan perbuatan manusia agar terciptanya hubungan timbal balik yang harmonis antara manusia dengan lingkungan.






Kamis, 7 Juni 2007

OPINI
Revitalisasi Etika dan Politik Lingkungan
(Hari Lingkungan Hidup se-Dunia, 5 Juni)
Achyani Subadi
Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Metro

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, ditambah rendahnya kesadaran dan kedisiplinan penduduknya, Indonesia terus mengalami kerusakan lingkungan hidup yang semakin masif. Bahkan, baru-baru ini Indonesia tercatat dalam Guinness Book of Record sebagai negara tercepat kerusakan hutannya.
Sebelumnya, Indonesia mendapat predikat sebagai negara tercemar di Asia. Wajar, bila bencana demi bencana lingkungan akan terus terjadi, dari yang berskala kecil atau diangap kecil karena ketidaktahuan kita akan efek jangka panjangnya, sampai bencana yang menimbulkan puluhan bahkan ratusan korban jiwa.
Di Provinsi Lampung, misalnya, tanda-tanda adanya ketidakseimbangan ekosistem pun semakin nyata seperti terjadi banjir dan longsor pada setiap musim hujan dan kekeringan pada setiap musim kemarau; walau hanya hujan sebentar sudah menimbulkan banjir atau kemarau belum mencapai hitungan bulan, air tanah sudah mengering.
Bencana-bencana tersebut sudah menjadi rutinitas. Belum lagi munculnya berbagai penyakit baru di sejumlah tempat, seperti flu burung dan cikungunya, dan penyakit lama yang masih terus mewabah seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan muntaber, seolah menguatkan bahwa kita hidup di lingkungan yang tidak memiliki daya dukung (carrying capacity) yang memadai lagi.
Pandangan Sonny Keraf barangkali dapat menerangkan berbagai fenomena di atas secara mendasar. Menurutnya, bencana demi bencana lingkungan yang kita alami dewasa ini sesungguhnya bersumber pada kesalahan fundamental-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem.
Pada gilirannya, kekeliruan cara pandang ini melahirkan perilaku keliru terhadap alam. Manusia keliru memandang alam dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan, inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang ini.
Berarti, persoalan lingkungan hidup saat ini sejatinya adalah persoalan mentalitas manusia. Dalam keadaan demikian perlu pendekatan etika dan moral untuk dikedepankan dan sangat tidak memadai jika diselesaikan menggunakan pendekatan teknis parsial semata.
Pembenahannya harus pula menyangkut pembenahan cara pandang, moralitas, dan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan alam maupun dengan manusia lain. Jalur pendidikan dan hukum (penegakan hukum lingkungan) adalah pilihan paling logis sebagai jawabannya.
Meski demikian, jalur pendidikan formal ditempuh untuk rekayasa sosial (social enginering) generasi muda kita yang memiliki jangkauan ke depan, sedangkan sangsi hukum bersifat kuratif. Oleh karena itu, merevitalisasi etika dan politik lingkungan merupakan pilihan alternatif yang bisa digarap dengan segera tanpa harus melalui jalur formal.
Etika berfungsi sebagai pedoman bagaimana manusia seharusnya hidup dan bertindak sebagai orang yang baik dalam arti bisa menempatkan perannya secara tepat di alam semesta ini. Etika yang mengharmonisasi interaksi antara manusia dan lingkungan seperti yang dikenal sebagai tradisi yang ramah lingkungan sudah secara baik dipraktekan oleh nenek moyang kita.
Pengetahuan ekologi yang mendalam dan turun menurun membentuk aturan-aturan adat untuk pelestarian lingkungan hidup seperti tercermin pada pengertian tabu atau sakral sebenarnya sudah ada sejak dulu kala. Pengetahuan dan perilaku penduduk pedalaman yang ramah lingkungan tersebut dikenal sebagai kearifan tradisional atau lokal. Termasuk di dalamnya pelbagai pengetahuan asli (indegenous sciences) yang dimiliki penduduk pedalaman, misalnya, pengetahuan tentang bermacam-macam obat yang diambil dari alam sekitar.
Masih banyak penduduk pedalaman yang mempertahankan kearifan tradisional tersebut hingga sekarang. Namun, tidak sedikit pula yang tergiur keuntungan sesaat sehingga kearifan lokal yang meraka miliki secara perlahan mulai luntur dikalahkan oleh kerakusan globalisasi.
Penduduk pedalaman yang dulu dengan teguh menjaga kelestarian hutannya, sekarang sebagian dari mereka malah terlibat dalam mengeksploitasi hutannya mengikuti aturan-aturan para cukong kayu yang mengejar keuntungan sesaat. Hal yang sama terjadi di pantai, para nelayan yang dulu berpantang merusak hutan mangrove dan terumbu karang, sekarang sebagian dari mereka tidak lagi mempertahankan tradisinya itu karena lagi-lagi demi kepentingan ekonomi jangka pendek.
Seharusnya manusia menyadari, atas dasar apa manusia mengklaim dirinya lebih penting daripada makhluk lainnya di alam? Tanpa air dan tanah, tanpa makhluk hidup lain, manusia tidak dapat bertahan hidup karena manusia hanya satu entitas yang bergantung pada makhluk lain di alam semesta ini. Bahkan, boleh dikata manusia merupakan titik lemah dalam rantai makanan di alam.
Kenyataan ini dengan mudah dapat kita lihat dengan mengandaikan di bumi ini tidak ada tumbuhan atau hewan. Dari manakah kita mendapatkan oksigen dan makanan? Sebaliknya, seandainya tidak ada manusia, makhluk hidup lain tetap dapat melangsungkan kehidupannya, seperti terlihat dari sejarah bumi sebelum ada manusia.
Sudah saatnya dan sepantasnya kita semua tidak terus menerus mengandalkan penduduk pedalaman untuk menyelamatkan lingkungan hidup sekitar. Kalau mereka bisa mengembangkan kearifan dalam berinteraksi dengan lingkungannya, mengapa kita yang dibekali pendidikan, teknologi, dan ekonomi yang (mungkin) lebih baik dari mereka tidak bisa mengembangkan gerakan kearifan merawat lingkungan hidup secara lebih baik.
Dalam kondisi demikian, sudah saatnya revitalisasi etika lingkungan menjadi agenda bersama dan utama sebagai upaya mengatasi percepatan kerusakan lingkungan hidup, khususnya di Indonesia. Suatu etika yang tidak hanya berlaku untuk berinteraksi dengan sesama manusia, tetapi juga interaksi manusia dengan seluruh kehidupan di bumi. Suatu etika yang memandang alam sebagai bernilai pada dirinya sendiri dan pantas diperlakukan secara bermoral.
Dengan etika ini, manusia akan memerankan dirinya sebagai seorang khalifah di muka bumi untuk menjaga dan melindungi alam semesta dan segala isinya. Dan, bukan seorang eksploitator rakus yang menganggap alam dan seluruh isinya sekedar bernilai instrumental-ekonomis bagi kepentingan manusia.
Dengan membangun gerakan bersama seperti itu, budaya ramah lingkungan bisa dimulai, dipertahankan, diajarkan dan diwariskan dari satu orang ke orang lain, dari satu kelompok ke kelompok lain, dari satu generasi ke generasi lain
Faktor gaya hidup (life style) manusia harus menjadi agenda utama perubahan karena telah terbukti sebagai penyumbang terbesar terhadap kerusakan lingkungan hidup saat ini. Seperti efisiensi bahan-bahan yang berasal atau diekstrasksi dari lingkungan. Kerelaan untuk berkorban (willingness to sacrifice) dengan cara mengurangi kenikmatan dari bahan atau makanan yang kita konsumsi secara signifikan akan membantu menyelamatkan lingkungan.
Sebagai contoh, jika singkong dimakan secara direbus saja sudah nikmat, mengapa harus digoreng atau dibikin kue yang menggunakan aneka warna dan pewangi yang diekstrak dari alam. Bila satu orang yang melakukan itu tentu saja tidak akan ada dampak apa-apa terhadap lingkungan. Tapi, kalau yang berbuat seperti itu ada ribuan, bahkan jutaan orang, tentu akan sangat banyak bahan yang diekstrasi dari lingkungan sekitar.
Begitu juga penggunaan bungkus berbahan organik harus menjadi keinginan dan kemauan kita. Penggunaan kantong plastik di pasar-pasar, toko, supermarket perlu segera diganti dengan daun atau kertas. Berdasarkan survei, kantung plastik adalah bahan pencemar terbesar di sungai dan tanah. Bagi orang yang berkecukupan dan pejabat, harus rela mengurangi penggunaan AC di ruangan dan mobilnya.
Bila penggunaannya tidak bisa dihindarkan, gunakan suhu AC yang tidak terlalu rendah karena semakin rendah stelen suhu AC maka akan semakin banyak panas yang dibuang ke lingkungan dan berkontribusi besar tehadap pemanasan global yang saat ini semakin nyata kita rasakan dampaknya. Termasuk asesoris pakaian, mobil, dan rumah yang berasal dari bahan alam untuk tujuan eksklusifitas penampilan hendaknya dihindari.
Etika memang diperlukan manusia. Manusia tanpa etika bukanlah manusia. Namun, dari segi praktis, etika sering kurang kuat sebagai driving factor bagi manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Dalam kondisi demikian, etika harus disertai pertimbangan yang langsung mengenai kepentingan praktis manusia. Misalnya, kerusakan hutan akan menyebabkan banjir, lubang ozon akan menyebabkan jumlah orang buta bertambah karena katarak dan kanker kulit, pemanasan global dapat menenggelamkan desa dan kota yang dekat dengan pantai, timbal yang berasal dari buangan kendaraan bermotor akan menurunkan IQ dan menyebabkan impotensi. Semuanya itu membuat manusia menderita.
Agenda seting penyelamatan lingkungan hidup perlu diperlebar jangkauannya. Gerakan penyelamatan lingkungan hidup perlu mentransformasikan dirinya menjadi gerakan sosial dan politik yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, seperti buruh, petani, nelayan, guru, kaum profesional, pemuda, remaja, anak-anak, kaum perempuan, dan politisi.
Sensitivitas para politisi di negeri ini terhadap isu-isu lingkungan pun perlu ditingkatkan dan sudah saatnya mereka menempatkan kepentingan lingkungan hidup pada posisi tawar tinggi. Karena, di dalam lingkungan hidup terdapat hak-hak dasar (basic rights) manusia dan prinsip keadilan lingkungan (environmental justice) serta akses yang setara terhadap sumber-sumber kehidupan.
Pada kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, misalnya, rakyat yang terkena dampak kegiatan proyek seharusnya tidak mengalami nasib yang mengenaskan seperti sekarang bila hak-hak dasar penduduk yang telah tercerabut sedemikian rupa mendapatkan kompensasi yang sepadan (environmental justice) setelah memperhitungkan kerugian dari segala aspek dan tidak dikalahkan oleh pertimbangan profit perusahaan. Hal yang sama berlaku untuk makhluk hidup lain meskipun berbeda dalam implementasinya.
Bila saja para calon pemimpin, baik di level nasional maupun daerah, memiliki tingkat melek lingkungan (environmental literacy) yang memadai maka kita layak berharap bahwa mereka akan berani mengangkat isu-isu lingkungan sebagai materi kampanyenya pada pemilihan capres atau pilkada.
Untuk pilkada di Provinsi Lampung, misalnya, sudahkah kita mendengar calon gubernur, bupati, atau wali kota yang berani memasukkan isu-isu lingkungan sebagai bahan jualan programnya. Padahal, banyak isu lingkungan dan sebagian di antaranya merupakan isu strategis di Provinsi Lampung yang layak mendapatkan perhatian para pemimpin dan calon pemimpin.
Sekadar contoh, di Lampung Timur ada masalah abrasi pantai yang semakin jauh ke daratan dan pengamanan TNWK dari pembalakan liar; di Metro ada masalah penataan dan efisiensi lahan yang terbatas serta pengamanan keberlanjutan ketersediaan sumber air untuk dikonsumsi maupun irigasi untuk jangka panjang; di Bandarlampung ada masalah pencemaran Teluk Lampung dan intrusi air laut ke darat mengingat permukaan laut yang terus naik, serta masalah kepadatan penduduk.
Kita juga berharap banyak kepada anggota legislatif agar lebih peduli dengan isu-isu lingkungan. Jika bisa, jadilah politisi hijau. Alangkah idealnya jika semua fraksi dan partai memiliki visi dan program lingkungan hidup yang kontekstual tentang daerahnya dan semua anggota pengurus melek masalah lingkungan hidup sehingga mampu mengangkat politik lingkungan secara khusus dalam forum resmi maupun tidak resmi.

Melalui itu semua, semoga terbangun kesadaran kolektif bahwa kita melestarikan lingkungan karena kita yang membutuhkan jasa lingkungan dan bukan sebaliknya.