Senin, 27 Oktober 2008

Rabu, 19 Maret 2008

SIFAT LINGKUNGAN HIDUP

Ruang lingkup peninjauan tentang lingkungan hidup dapat sempit, misalnya sebuah rumah dengan pekarangannya, atau luas, misalnya Pulau Irian. Lapisan bumi dan udara yang ada mahluknya, dapat juga dianggap sebagai suatu lingkungan hidup yang besae, yaitu biosfer. Bahkan tatasurya kita atau malahan seluruh alam semesta dapat menjadi objek tinjauan.
Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsure lingkungan hidup tersebut. Dengan mudah dapat kita lihat, suatu lingkungan hidup dengan 10 orang manusia, seekor anjing, tiga ekor burung perkutut, sebatang pohon kelapa dan sebuah bukit batu akan berbeda sifatnya dari lingkungan hidup yang sama besarnya tetapi hanya ada seorang manusia, 10 ekor anjing, tertutup rimbun oleh pohon bamboo dan rata tidak berbukit batu. Dalam golongan jenis unsur lingkungan hidup termasuk pula zat kimia.
Kedua, hubungan atau interaksi antara unsure dalam lingkungan hidup ini. Misalnya, dalam suatu ruangan terdapat delapan buah kursi, empat buah meja dan empat buah pot dengan tanaman kuping gajah. Dalam ruangan itu delapan kursi diletakkan sepanjang satu dinding, dengan sebuah meja di muka setiap dua kursi dan sebuah pot di atas masing-masing meja. Sifat ruangan berbeda jika dua kursi dengan sebuah meja diletakkan di tengah masing-masing dinding dan sebuah pot di masing-masing sudut.
Hal yang serupa berlaku juga untuk hubungan atau interaksi sosial dalam hal unsur-unsur itu terdiri atas benda hidup yang mobil, yaitu manusia dan hewan. Dengan demikian lingkunga hidup tidak saja menyangkut komponen biofisik, melainkan juga hubungan sosial budaya manusia.
Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup. Misalnya, suatu kota yang penduduknya aktif dan bekerja keras merupakan lingkungan hidup yang berbeda dari sebuah kota yang serupa, tapi penduduknya santai dan malas. Demikian pula suatu daerah dengan lahan yang landai dan subur merupakan lingkungan yang berbeda dari daerah dengan lahan yang berlereng dan tererosi.
Keempat, faktor non-materiil suhu, cahaya dan kebisingan. Kita dapat dengan mudah merasakanini. Suatu lingkungan yang panas, silau dan bising sangatlah berbeda dengan lingkungan yang sejuk, cahaya yang cukup, tapi idak silau dan tenang.
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Ia membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Manusia seperti ia adanya, yaitu yang disebut fenotipe, adalah perwujudan yang dihasilkan oleh interaksi sifat keturunannya dengan faktor lingkungan. Sifat keturunan, yang terkandung di dalam gen yang merupakan bagian kromosom di dalam masing-masing sel tubuh, menentukan potensi perwujudan manusia, yaitu genotipe. Apakah suatu sifat dalam genotipe itu akan terwujud atau tidak, tergantung ada atau tidaknya faktor lingkungan yang sesuai untuk perkembangan sifat itu. Dobzhansky, seorang ahli ilmu keturunan terkenal, malahan menyatakan, gen menentukan tanggapan apa yang akan terjadi terhadap faktor lingkungan. Jadi menurutnya, gen bukanlah penentu sifat, melainkan penentu reaksi atau tanggapan terhadap lingkungan. Hal ini terlihat pada tumbuhan hijau yang di tempatkan di dalam kamar gelap. Tumbuhan itu tidak mampu membentuk zat hijau daun, walaupun ia mempunyai gen untuk pembentukan zat hijau daun. Setelah ia dikeluarkan dari kamar gelap dan terkena cahaya, terbentuklah zat hijau daun. Jadi mahluk hidup itu juga terbentuk oleh lingkungannya.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup nya adalah sirkuler. Kegiatannya, apakah sekedar bernafas atau membendung sungai, sedikit atau banyak akan merubah lingkungannya. Perubahan pada lingkungan itu pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Misalnya, seseorang yang bekerja dalam sebuah ruangan kecil yang tertutup. Dengan pernapasannya ia akan mengurangi kadar gas oksigen dalam udara di kamar itu dan menambah gas karbon dioksida. Pernapasannya juga menghasilkan panas, sehingga suhu dalam ruangan naik. Kenaikan suhu menstimulasi pembentukan keringat, sehingga hawa dalam ruangan itu menjadi tidak sedap. Dengan penurunan kadar gas karbon dioksida, kenaikan suhu dan bau keringat, menjadi pengaplah ruangan itu. Prestasi kerja orang itu akan menurun. Makin lama menurunlah kualitas lingkungan dalam kamar itu dan seiring dengan itu makin menurun pulalah prestasi orang itu.
Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya tidaklah sesederhana seperti diuaraikan di muka, melainkan kompleks, karena pada umumnya dalam lingkungan hidup itu terdapat banyak unsure. Pengaruh terhadap suatu unsure akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan.
Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan hidupnya: udara untuk pernapasannya, air untuk minum, keperluan rumah tangga dan kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian. Oksigen yang kita hirup dari udara dalam pernapasan kita, sebagian besar berasal dari tumbuhan dalam proses fotosintesis dan sebaliknya gas karbondioksida yang kita hasilkan dalam pernapasan digunakan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Jelaslah manusia adalah bagian intergral lingkungan hidupnya. Ia tak dapat terpisahkan daripadanya. Manusia tanpa lingkungan hidupnya adalah suatu abstraksi belaka. (Sumber: Otto Soemarwoto. Ekologi dan Pembangunan)

Senin, 17 Maret 2008

PB ke-3

SUB CLASS: APETALAE (MONOCHLAMYDEAE)

CIRI-CIRI:
1. KEBANYAKAN BERUPA POHON (BATANG BERKAYU)
2. BUNGA BERKELAMIN TUNGGAL
3. PENYERBUKAN ANEMOGAMI, JARANG ENTOMOGAMI
4. TIDAK TERDAPAT HIASAN BUNGA, ATAU KALAU ADA HANYA TUNGGAL (MONO) KEBANYAKAN MENYERUPAI KELOPAK
5. HANYA PADA SUKU CARYOPHYLLACEAE TERDAPAT HIASAN BUNGA.

CONTOH BEBERAPA ORDO:

1. O : CASUARINALES; F : CASUARINACEAE;
S : Casuarina equisetifolia (cemara laut)
2. O : URTICALES:

F : MORACEA
S: 1. Ficus benjamina 2. F. elastica 3. F. glomerata
4. F. septica 5. F. variegata ……… ( Genus Ficus).

6. Artocarpus integra 7. A. communis 8. A. champeden
9. A. elastika ……………………(Genus Artocarpus).

10. Morus alba ……………………. (Genus Morus)


F : CANNABINACEAE
S : Cannabis sativa

3. O: URTICALES: F : URTICACEAE S: Boehmeria nivea

4. O: PIPERALES F : PIPERACEAE
S: 1. Piper nigrum 2. P. betle 3. P. cubeba

Kamis, 13 Maret 2008

Pohon Norfolk (Araucaria heterophyla)-Gymnospermae
Lokasi Kampus UNMUH METRO


Pohon Damar (Gymnospermae)
Jl. Dago Bandung
SISTEM KLASIFIKASI

Bahwa untuk klasifikasi makhluk hidup menggunakan dasar atau kriteria tertentu, yaitu persamaan ciri atau sifat morfologi, fisiologi, dan anatomi yang terdapat pada makhluk hidup.
Sistem klasifikasi makhluk hidup terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya Taksonomi. Saat ini diketahui terdapat 3 (tiga) system klasifikasi makhluk hidup, yaitu Sistem Artifisial (Buatan), Sistem Alami, dan Sistem Filogenetik.
a. Sistem Artifisial atau Buatan. Sistem Artifisial adalah klasifikasi yang menggunakan satu atau dua ciri pada makhluk hidup. Sistem ini disusun dengan menggunakan ciri-ciri atau sifat-sifat yang sesuai dengan kehendak manusia, atau sifat lainnya. Misalnya klasifikasi tumbuhan dapat menggunakan dasar habitat (tempat hidup), habitus atau berdasarkan perawakan (berupa pohon, perdu, semak, ternak dan memanjat).
Tokoh sistem Artifisial antara lain Aristoteles yang membagi makhluk hidup menjadi dua kelompok, yaitu tumbuhan (plantae) dan hewan (animalia). Ia pun membagi tumbuhan menjadi kelompok pohon, perdu, semak, terna serta memanjat. Tokoh lainnya adalah Carolus Linnaeus yang mengelompokkan tumbuhan berdasarkan alat reproduksinya.
b. Sistem Alami. Klasifikasi sistem alami dirintis oleh Michael Adams dan Jean Baptiste de Lamarck. Sistem ini menghendaki terbentuknya kelompok-kelompok takson yang alami. Artinya anggota-anggota yang membentuk unit takson terjadi secara alamiah atau sewajarnya seperti yang dikehendaki oleh alam.
Klasifikasi sistem alami menggunakan dasar persamaan dan perbedaan morfologi (bentuk luar tubuh) secara alami atau wajar. Contoh, hewan berkaki dua, berkaki empat, tidak berkaki, hewan bersayap, hewan bersirip, hewan berbulu, bersisik, berambut dan lain-lain. Sedangkan pada tumbuhan, ada kelompok tumbuhan berkeping biji satu, berkeping biji dua.
c. Sistem Filogenetik. Klasifikasi sistem filogenetik muncul setelah teori evolusi dikemukakan oleh para ahli biologi. Pertama kali dikemukakan oleh Charles Darwin pada tahun 1859. Menurut Darwin, terdapat hubungan antara klasifikasi dengan evolusi.
Sistem filogenetik disususn berdasarkan jauh dekatnya kekerabatan antara takson yang satu dengan yang lainnya. Selain mencerminkan persamaan dan perbedaan sifat morfologi dan anatomi maupun fisiologinya, sistem ini pun menjelaskan mengapa makhluk hidup semuanya memiliki kesamaan molekul dan bio kimia, tetapi berbeda-beda dalam bentuk susunan dan fungsinya pada setiap makhluk hidup.
Jadi pada dasarnya, klasifikasi sistem filogenetik disusun berdasarkan persamaan fenotip yang mengacu pada sifat-sifat bentuk luar, faal, tingkah laku yang dapat diamati, dan pewarisan keturunan yang mengacu pada hubungan evolusioner sejak jenis nenek moyang hingga cabang-cabang keturunannya.
Perhatikan gambar atau diagram pohon filogenetik hewan dan filogenetik tumbuhan berikut ini yang menunjukkan urutan evolusi pada hewan dan pada tumbuhan.
Gambar 19. Klasifilasi dan evolusi, kerajaan, divisi, anak divisi, dan beberapa kelas, untuk menunjukkan kemungkinan urutan evolusi tumbuhan.

Contoh sederhana untuk menunjukkan pengelompokkan atau klasifikasi makhluk hidup menurut sistem filogenetik, Anda dapat amati di kebun binatang. Di situ Anda akan menemukan kelompok hewan reptilia, amphibia, unggas, dan mamalia dan sebagainya.
Tata Nama Makhluk Hidup
Dalam kehidupan Anda, mungkin sering menemukan suatu jenis makhluk hidup, misalnya tanaman mangga dalam bahasa Indonesia memiliki nama yang berbeda-beda. Misalnya orang Jawa Tengah menyebutnya pelem, paoh bagi orang Jawa Timur, sedangkan di Sumatera Barat disebut pauh. Contoh lain, pisang dalam bahasa Indonesia, di Jawa Barat disebut cau, sedangkan di Jawa Tengah dinamakan gedang. Nama mangga dan pisang dapat berbeda-beda menurut daerah masing-masing, dan hanya dimengerti oleh penduduk setempat.
Agar nama-nama tersebut dimengerti oleh semua orang, maka setiap jenis makhluk hidup perlu diberi nama ilmiah dengan menggunakan nama latin, sesuai dengan kode Internasional Tata Nama Tumbuhan dan Hewan. Nama ilmiah makhluk hidup digunakan sebagai alat komunikasi ilmiah di seluruh dunia. Walaupun kadang-kadang sulit di eja atau diingat, tetapi diharapkan suatu organisme hanya memiliki satu nama yang benar. Upaya memberi nama ilmiah makhluk hidup yang dirintis oleh para ilmuwan, akhirnya melahirkan sistem tata nama binomial nomenklatur (tata nama biner) yang meliputi ketentuan pemberian nama takson jenis. Di samping itu akan dibahas juga tata nama untuk takson Marga dan Suku.
a. Nama Jenis. Nama jenis untuk hewan maupun tumbuhan harus terdiri atas dua kata tunggal (mufrad) yang sudah dilatinkan. Misalnya, tanaman jagung nama spesiesnya (jenis) Zea Mays. Burung merpati nama spesiesnya Columbia livia. Kata pertama merupakan nama marga (genus), sedangkan kata kedua, merupakan petunjuk spesies atau petunjuk jenis. Dalam penulisan nama marga, huruf pertama dimulai dengan huruf besar, sedangkan nama petunjuk jenis, seluruhnya menggunakan huruf kecil. Selanjutnya setiap nama jenis (spesies) makhluk hidup ditulis dengan huruf cetak miring atau digaris-bawahi agar dapat dibedakan dengan nama atau istilah lain.
b.Nama Marga (Genus). Nama marga tumbuhan maupun hewan terdiri atas suku kata yang merupakan kata benda berbentuk tunggal (mufrad). Huruf pertamanya ditulis dengan huruf besar. Contoh, marga tumbuhan Solanum (terong-terongan), marga hewan Felis (kucing), dan sebagainya.
c. Nama Suku (Familia). Nama-nama suku pada umumnya merupakan suku kata sifat yang dijadikan sebagai kata benda berbentuk jamak. Biasanya berasal dari nama marga makhluk hidup yang bersangkutan. Bila tumbuhan, maka ditambahkan akhiran aceae. Contoh, nama suku Solanaceae, berasal dari kata Solanum + aceae. Tetapi bila hewan ditambahkan dengan idea. Contoh, nama suku Felidae, berasal dari kata Felis + idea. Demikian uraian tentang tata nama makhluk hidup. Untuk melatih penulisan nama jenis/spesies yang benar menurut tata nama biner, cobalah Anda kerjakan latihan berikut ini. (sumber: buku online-Pustekom).
DIVISIO: SPERMATHOPHYTA

SUB DIVISIO: GYMNOSPERMAE (7 CLASS)

SUB DIVISIO: ANGIOSPERMAE ( 2 CLASS)

1. CLASS: DICOTYLEDONEAE
(DICOTYLAE)

SUB CLASS: 1) APETALAE
2) DIALYPETALAE
3) SYMPETALAE

2. CLASS: MONOCOTYLEDONEAE
(MONOCOTYLAE)










SPERMATOPHYTA

SPERMA (BIJI), PHYTA (TUMBUHAN)

- CIRI UTAMA: MEMILIKI BIJI (SPERMA)

- KORMUS SEJATI
- DISEBUT JUGA ANTHOPHYTA














GYMNOSPERMAE


Ciri Utama: - Habitus pohon mengerucut
- Daun bentuk jarum dan tidak lebar
(kecuali melinjo)
- Biji terbuka (tidak tertutup daging buah)
- Batang tidak bercang, pangkalnya
menempel pada batang utama
- Umumnya memiliki kelenjar resin
- Tidak memiliki bunga sesungguhnya
- Beberapa jenis tumbuhan memiliki ciri tumbuhan
Paku dan Monokotil

CONTOH:
1. CLASS: PAKU BIJI (PTERIDOSPERMAE):
Sp. Lyginopteris oldhamia
2. CLASS: CONIFERAE: 1. Agathis alba 2. Pinus merkusii 3. Sequoia gigantea 4. Araucaria heterophyla (Norfolk)
3. CLASS: GENETINAE: Gnetum gnemon




ANGIOSPERMAE


DICOTYLAE MONOCOTYLAE



APETALAE DIALYPETALAE SYMPETALAE
(TANPA MAHKOTA) (MAHKOTA TERPISAH) (MAHKOTA MENYATU)

***PETALAE BERARTI HIASAN BUNGA/MAHKOTA


PERBEDAAN DICOTYLAE DAN MONOCOTYLAE SECARA MORFOLOGIS (PENAMPAKAN HABITUS)


BAGIAN TUBUH
MONOCOTYLAE
DICOTYLAE
BIJI
1 DAUN LEMBAGA
2 DAUN LEMBAGA
BATANG


DAUN


AKAR


BUNGA



TUGAS: BAWA BUNGA:
1. BERINGIN/FICUS/NANGKA/SIRIH ()
2. MAWAR/KEMBANG SEPATU/DLL ( MAHKOTA TERPISAH)
3. KANGKUNG/BINTARO/KAMBOJA/DLL ( MAHKOTA MENYATU)